Minggu, 13 Maret 2011

Libya Naikkan Potensi Krisis Global

BENGHAZI, KOMPAS.com — Serangan udara pasukan loyalis Moammar Khadafy menyasar kilang-kilang minyak utama Libya di Ras Lanuf, Kamis (10/3). Senjata antiserangan udara milik kaum revolusioner relatif usang dan tak bisa mengusir pesawat tempur pro-Khadafy. Hal itu memperburuk sentimen pasar soal potensi krisis ekonomi yang didorong kenaikan harga minyak.
Pesawat tempur loyalis Khadafy, sejak Rabu siang, menggempur kilang-kilang minyak di Ras Lanuf, Sidra, dan Brega di Libya timur. Pasukan Khadafy tampak jengkel karena tak berhasil merebut kembali Libya timur dan menggempur secara membabi buta kilang-kilang minyak di kota-kota tersebut.
Akibat serangan pasukan pro-Khadafy, sekitar 80 persen infrastruktur pelabuhan minyak Sidra hancur. Cadangan minyak di kota minyak Brega dilaporkan habis. Kegiatan ekspor minyak dari kota Zawiyah di Libya barat terhenti. Produksi minyak Libya turun hingga 500.000 barrel dari 1,6 juta barrel per hari.
Krisis Libya mengirimkan sinyal buruk kepada para pelaku pasar di bursa global sehingga indeks saham di dunia berjatuhan. ”Harga minyak (sekitar 104 dollar AS per barrel) kini menjadi keprihatinan pasar,” kata Jackson Wong, Wakil Presiden Tanrich Securities di Hongkong, Kamis.
Hal ini menambah faktor pendorong krisis ekonomi global baru karena dunia sudah dibebani kenaikan harga-harga komoditas. Di Washington, Amerika Serikat, para ekonom Dana Moneter Internasional (IMF), Kamis, juga memperingatkan bank-bank besar global yang belum pulih dari resesi 2008 kini berpotensi besar menghadapi lagi krisis serupa 2008 akibat kegagalan ekonomi AS.
Secara empiris, akumulasi kenaikan harga minyak global relatif mampu memunculkan krisis ekonomi global.